[Code Of Conduct For Law Enforcement Officials]
Pasal 1
Para petugas penegak hukum sepanjang waktu harus memenuhi kewajiban yang dibebankan kepadanya oleh hukum, dengan melayani masyarakat dan dengan melindungi semua orang dari perbuatan-perbuatan yang tidak sah, konsisten dengan tingkat pertanggungjawaban yang tinggi yang dipersyaratkan oleh profesi mereka.
Penjelasan:
(a) Istilah "petugas penegak hukum" mencakup semua pegawai hukum, apakah yang ditunjuk atau dipilih, yang melaksanakan kekuasaan-kekuasaan polisi, terutama kekuasaan menangkap atau menahan.
(b) Di Negara-negara di mana kekuasaan polisi dilaksanakan oleh para penguasa militer, apakah berseragam ataukah tidak, atau oleh angkatan keamanan Negara, maka batasan petugas penegak hukum akan dianggap mencakup pegawai yang melaksanakan pelayanan-pelayanan semacam itu.
(c) Pelayanan kepada masyarakat dimaksudkan untuk mencakup terutama pemberian pelayanan bantuan kepada anggota masyarakat yang karena alasan pribadi, ekonomi, sosial atau keadaan-keadaan darurat lain membutuhkan bantuan segera.
(d) Ketentuan ini dimaksudkan untuk meliputi tidak hanya semua perbuatan bengis, ganas dan membahayakan, tetapi meluas pada berbagai macam larangan menurut statuta-statuta pidana. Ketentuan ini meluas pada aturan-aturan tingkah laku orang-orang yang tidak mampu melaksanakan pertanggungjawaban pidana.
Pasal 2
Dalam melaksanakan kewajiban mereka, para petugas penegak hukum harus menghormati dan melindungi martabat manusia, dan menjaga dan menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia semua orang.
Penjelasan
(a) Hak-hak asasi manusia yang sedang dibicarakan diidentifikasikan dan dilindungi oleh hukum nasional dan hukum internasional. Di antara instrumen-instrumen internasional yang relevan adalah Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia, Kovenan Internasional mengenai Hak-hak Sipil dan Polltik, Deklarasi mengenai Perlindungan Semua Orang dari Dijadikan Sasaran Penganiayaan dan Perlakuan Kejam yang lain, Tidak manusiawi atau Hukuman yang Menghinakan, Deklarasi Perserikatan Bangsa-Bangsa mengenai Penghapusan Semua Bentuk Diskriminasi Rasial, Konvensi Internasional tentang Penindasan dan Penghukuman Kejahatan Apartheid, Konvensi mengenai Pencegahan dan Penghukuman Kejahatan Genosida, Aturan-aturan Standar Minimum untuk Perlakuan terhadap Narapidana, dan Konvensi Wina tentang Hubungan-hubungan Konsuler,
(b) Penjelasan-penjelasan Nasional pada ketentuan ini harus menunjuk ketentuan-ketentuan regional atau nasional yang mengidcntifikasi dan melindungi hak-hak ini.
Pasal 3
Para petugas penegak hukum dapat menggunakan kekerasan hanya ketika benar-benar diperlukan dan sampai sejauh yang dipersyaratkan untuk pelaksanaan kewajiban mereka.
Penjelasan:
(a) Ketentuan ini menekankan bahwa penggunaan kekerasan oleh para petugas penegak hukum harus merupakan pengecualian; walaupun secara tidak langsung menyatakan bahwa para petugas penegak hukum dapat dikuasakan untuk menggunakan kekerasan seperti yang sepantasnya diperlukan menurut keadaan-keadaan untuk pencegahan kejahatan, atau dalam memberlakukan atau membantu dalam penangkapan yang sah terhadap para pelanggar atau yang diduga sebagai pelanggar, tidak satu pun kekerasan boleh digunakan sampai diluar dari yang boleh digunakan.
(b) Hukum nasional biasanya membatasi penggunaan kekerasan oleh para petugas penegak hukum sesuai dengan suatu asas sebanding. Harus dimengerti bahwa asas-asas sebanding nasional tersebut harus dihormati dalam penafsiran ketentuan ini. Pada kasus apa pun ketentuan ini tidak dapat ditafsirkan menguasakan penggunaan kekerasan yang tidak sebanding dengan tujuan yang sah yang harus dicapai.
(c) Penggunaan senjata api dianggap sebagai tindakan yang ekstrem. Setiap usaha harus dilakukan untuk mengesampingkan penggunaan senjata api, terutama terhadap anak-anak. Secara umum, senjata api tidak boleh dipergunakan kecuali ketika seorang yang diduga sebagai pelanggar memberikan perlawanan senjata atau sebaliknya membahayakan kehidupan orang-orang lain dan tindakan-tindakan yang kurang ekstrem tidak cukup untuk menahan atau menawan orang yang diduga sebagai pelanggar. Dalam setiap kejadian yang di dalamnya sepucuk senjata api dilepaskan, maka suatu laporan harus segera disampaikan kepada para penguasa yang berwenang.
Pasal 4
Masalah-masalah yang mempunyai sifat rahasia dalam pemilikan para petugas penegak hukum harus dijaga tetap rahasia, kecuali jika pelaksanaan kewajiban atau kebutuhan-kebutuhan peradilan sepenuhnya memerlukan sebaliknya.
Penjelasan:
Dengan sifat kewajiban-kewajiban mereka, maka para petugas penegak hukum memperoleh informasi yang mungkin berkenaan dengan kehidupan-kehidupan pribadi atau yang secara potensial merugikan kepentingan-kcpentingan, dan terutama nama baik, orang lain. Pengawasan yang ketat harus dilaksanakan dalam menjaga dan menggunakan informasi tersebut, yang harus diungkapkan hanya dalam melaksanakan kewajiban atau melayani kebutuhan-kebutuhan peradilan. Pengungkapan apapun mengenai informasi tersebut untuk tujuan-tujuan yang lain secara keseluruhan adalah tidak tepat.
Pasal 5
Tidak seorang pun petugas penegak hukum dapat membebankan, menghasut atau membiarkan perbuatan penganiayaan apapun atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan, dan juga tidak dapat menggunakan sebagai sandaran perintah-perintah atasan atau keadaan-keadaan pengecualian seperti keadaan perang, ancaman perang, ancaman terhadap keamanan nasional, ketidakstabilan politik internal atau keadaan darurat umum yang lain apa pun sebagai pembenaran terhadap penganiayaan atau perlakuan kejam yang lain, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan.
Penjelasan:
(a) Larangan ini berasal dari Deklarasi mengenai Perlindungan Semua Orang dijadikan Sasaran Penganiayaan dan Perlakuan Kejam yang Lain, Tidak Manusiawi atau Hukuman yang Menghinakan, yang disetujui oleh Majelis Umum, yang menurutnya: "[Suatu perbuatan semacam itu adalah] suatu pelanggaran terhadap martabat manusia dan harus dikutuk sebagai pengingkaran terhadap tujuan-tujuan Piagam Perserikatan Bangsa-Bangsa dan sebagai pelanggaran terhadap hak-hak asasi manusia, dan kebebasan-kebebasan dasar yang dinyatakan dalam Deklarasi Universal tentang Hak-hak Asasi Manusia [dan instrumen-instrumen hak-hak asasi manusia internasional yang lain]."
(b) Deklarasi memberi batasan penganiayaan sebagai berikut: "...penganiayaan berarti setiap perbuatan di mana sakit yang berat atau penderitaan, apakah fisik atau mental, dengan sengaja dibebankan oleh atau atas hasutan seorang pejabat pemerintah pada seseorang untuk tujuan-tujuan seperti memperoleh darinya atau dari orang ketiga informasi atau pengakuan, menghukum dia karena suatu perbuatan yang telah dia lakukan, atau yang disangka telah melakukan, atau mengintimidasi dia atau orang-orang lain. Penganiayaan tersebut tidak mencakup sakit atau penderitaan yang timbul hanya dari, sanksi-sanksi sah yang melekat atau secara kebetulan sampai sejauh bersesuaian dengan Aturan-aturan Standar Minimum bagi Perlakuan terhadap Narapidana."
(c) Istilah "perlakuan yang kejam, tidak manusiawi atau hukuman yang menghinakan" belum diberi batasan oleh Majelis Umum tetapi harus ditafsirkan agar supaya memberikan perlindungan yang seluas mungkin terhadap penyalahgunaan, apakah fisik atau mental.
Pasal 6
Para petugas penegak hukum harus menjamin perlindungan penuh untuk kesehatan orang-orang dalam tahanan mereka, dan terutama, harus mengambil tindakan segera untuk menjamin perawatan kesehatan setiap waktu diperlukan.
Penjelasan :
(a) Perawatan kesehatan, yang menunjuk pada pelayanan-pelayanan yang diberikan oleh personel kesehatan manapun, termasuk para pelaksana kesehatan berijazah dan paramedis, harus dijamin apabila dibutuhkan atau diperlukan.
(b) Sementara personel kesehatan dimungkinkan untuk disertakan pada operasi penegak hukum, maka para petugas penegak hukum harus memperhatikan keputusan personel tersebut apabila mereka merekomendasikan pemberian kepada orang dalam tahanan itu perlakuan yang tepat melalui, atau dalam konsultasi dengan personel kesehatan dari luar operasi penegak hukum.
(c) Dimengerti bahwa para petugas penegak hukum harus juga menjamin perawatan kesehatan bagi para korban pelanggaran hukum atau kejadian-kejadian yang terjadi dalam pelanggaran-pelanggaran hukum.
Pasal 7
Para petugas penegak hukum tidak dapat melakukan tindak korupsi apa pun. Mereka juga harus dengan keras melawan dan memerangi semua perbuatan semacam itu.
Penjelasan :
(a) Tindak korupsi apa pun, dalam cara yang sama seperti penyalahgunaan kekuasaan yang lain apa pun, adalah bertentangan dengan profesi para petugas penegak hukum. Hukum harus dilaksanakan sepenuhnya berkenaan dengan para petugas penegak hukum mana pun yang melakukan tindak korupsi, karena para pemerintah tidak dapat mengharapkan untuk memberlakukan hukum di antara warga negara mereka kalau mereka tidak dapat atau tidak mau memberlakukan hukum terhadap para pelaksana mereka sendiri dan di dalam perwakilan mereka.
(b) Sementara definisi mengenai korupsi harus tunduk pada hukum nasional, akan diartikan mencakup melakukan atau tidak melakukan suatu perbuatan dalam melaksanakan atau dalam kaitannya dengan kewajiban-kewajiban seseorang, dalam menanggapi pemberian-pemberian, janji-janji atau insentif-insentif yang diminta atau yang diterima, atau penerimaan yang tidak sah akan barang-barang ini, sekali perbuatan itu sudah dilakuk an atau tidak dilakukan.
(c) Ungkapan "tindak korupsi" yang ditunjuk di atas akan diartikan mencakup percobaan korupsi.
Pasal 8
Para petugas penegak hukum harus menghormati hukum dan Undang-undang yang sekarang ini. Mereka diharuskan juga, sampai pada kemampuan mereka yang terbaik, mencegah dan dengan keras menentang setiap pelanggaran terhadap mereka.
Para petugas penegak hukum yang mempunyai alasan untuk meyakini bahwa suatu pelanggaran terhadap Undang-undang yang sekarang ini telah terjadi, atau kira-kira terjadi harus melaporkan masalah itu kepada para penguasa atasan mereka dan, bila perlu, kepada para penguasa atau organ lain yang tepat, yang diberi kekuasaan untuk meninjau kembali atau kekuasaan penggantian kerugian. (Judul Asli: Code Of Conduct For Law Enforcement Officials, Diadopsi dari General Assembly Resolution 34/169 Of 17 December 1979)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar