Jumat, Mei 06, 2011

Yayasan di Aceh Banyak Bermasalah


Banda Aceh | Harian Aceh – Lembaga berbadan hukum yayasan di Aceh diduga banyak bermasalah akibat minimnya pemahaman masyarakat terhadap fungsi dan tugas yayasan.

“Dalam rapat yayasan, suara pendiri seperti suara tuhan. Padahal, fungsi pendiri hanya menjadi pembina saja yayasan dan tidak bisa jadi pengurus,” kata pakar hukum Dr A. Aziz Muhammad SH Mhum dalam diskusi badan hukum yayasan di Banda Aceh, Rabu (4/5).

Menurut dosen Muhammadiyah Jakarta itu, yayasan bermasalah tidak hanya di Aceh saja, tetapi di seluruh belahan Indonesia. Permasalah itu, kata dia, banyak terjadi ketika penyesuaian Anggaran Dasar (AD) sebuah yayasan dari Undang-Undang No.28/2004 ke PP No 63/2008.

“Karena masa penyesuaian AD itu diberi batas waktu setahun atau hingga 6 Oktober 2008,” ujar Aziz yang juga Dekan Fakultas Hukum Universitas Bayangkara Jakarta itu.

Dalam masa penyesuaian aturan ini, lanjut dia, banyak juga yayasan membubarkan diri kemudian membuat yayasan baru dengan AD baru, meski dengan nama semula. Kesalahannya, saat membubarkan yayasan lama asetnya langsung dialihkan ke yayasan baru tanpa musyawarah dengan pihak yayasan lama dan tanpa mengusulkan ke Menkumham.

“Ini kesalahan awal. Dalam aturan disebutkan pengalihan aset sebuah yayasan lama ke yang baru harus diputuskan dalam rapat kedua organisasi itu, kemudian mengusulkan ke Menkumham. Ini sering dilupakan karena yayasan baru tidak berani karena belum ada badan hukum yang kuat dari Menkumham,” kata Aziz yang didampingi penasehat hukum penggugat Yayasan Fakinah J Kamal Farza SH.

Menurutnya, apabila sebuah yayasan sudah bubar maka asetnya hanya bisa dialihkan kepada yayasan lain yang AD-nya sama seperti yayasan lama dan sudah berbadan hukum. Jika tidak, aset itu diserahkan kepada negara dan negara wajib menyalurkan dana itu untuk kebutuhan sosial seperti AD yayasan yang sudah bubar itu.

“Itu semua diatur dalam Pasal 71 UU Nomor 28/2004 jo PP 63/2008. Jika sebuah yayasan mengalihkan begitu saja aset sebuah yayasan lama kepada yayasan baru maka bisa tersangkut pidana. Karena akibat kebijakan itu telah merugikan rakyat atau negara,” jelas dia.
300 Yayasan

Sementara itu, J Kamal Farza dalam diskusi badan hukum yayasan di Aceh tersebut menduga sekitar 300 yayasan di Aceh menyalahi aturan. “Faktor utamanya karena tidak menyesuaikan AD dengan aturan baru dari UU No.28/2004 ke PP 63/2008. Pada awalnya enak bentuk yayasan, tapi pada akhirnya di yayasan itu muncul banyak penjudi-penjudi dan tukang korupsi sehingga yayasan menjadi tidak terkendali,” tutur Kamal tanpa merincikan 300 yayasan dimaksud.

T Abdurrahman, seorang notaris di Banda Aceh mengatakan banyak pendiri yayasan di Aceh yang menganggap yayasan itu adalah hartanya. “Padahal yayasan yang didirikannya itu harta pendiri yang dipisahkan. Artinya, yayasan itu sudah menjadi milik rakyat dan untuk rakyat. Kalau mau menjadi harta dirikan PT jangan yayasan. Yayasan adalah lembaga sosial untuk masyarakat. Kalau bukan lembaga sosial, maka itu bukan yayasan namanya,” katanya.(min)

Sumber: http://harian-aceh.com/2011/05/05/yayasan-di-aceh-banyak-bermasalah