Selasa, September 13, 2011

Putusan Hakim Tak Bisa Jadi Acuan Tutup Kasus Tarbiyah


Headlines - 12 September 2011 | 1 Komentar

Banda Aceh | Harian Aceh – Salinan putusan hakim tak bisa menjadi acuan penyidik untuk tidak menetapkan tersangka baru pada perkara korupsi Yayasan Tarbiyah. Sebaliknya, keterangan saksi di persidangan juga tak bisa diterima bulat-bulat oleh penyidik untuk menetapkan seseorang menjadi tersangka.

“Saya tidak setuju jika salinan putusan hakim dijadikan pedoman penyidik untuk menetapkan atau tidak tersangka baru dalam sebuah perkara pidana,” kata Saifuddin Bantasyam, Dosen Fakultas Hukum Unsyiah, Banda Aceh, Minggu (11/9).

Hal senada juga dikemukakan praktisi hukum J Kamal Farza. Menurut Kamal, kebijakan penyidik
Kejati Aceh tidak menetapkan tersangka baru dalam kasus Yayasan Tarbiyah adalah hal wajar. Tetapi, jika keputusan itu diambil merujuk salinan putusan hakim, adalah kebijakan yang keliru.
“Aturan dari mana kalau menetapkan tersangka baru dalam kasus korupsi harus disebutkan dalam salinan putusan hakim. Kami menilai di kasus Yayasan Tarbiyah ini seperti ada upaya perlindungan terhadap pelaku utama kasus ini,” kata J Kamal Farza.

Keterangan Saifuddin dan Kamal ini menyikapi ditutupnya penyelidikan kasus korupsi Yayasan Tarbiyah oleh penyidik Kejati Aceh, setelah dalam salinan putusan dua terdakwa (Nurmasyiatah dan M Saleh Yunus) hakim tidak menyebut keterlibatan orang lain.

Sebelumnya, aktivis anti korupsi Aceh menyatakan bahwa kebijakan penutupan kasus yang merugikan negara Rp3,083 miliar (versi BPKP) oleh pihak Kejati Aceh, meruapkan kebijakan melihara terhadap pelaku korupsi di Aceh.

Menurut Saifuddin Bantasyam, tidak ada aturan yang menyebut penyidik harus merujuk keputusan hakim dalam menetapkan tersangka baru dalam perkara pidana, penyidik juga tidak bisa menetapkan seseorang yang diduga terlibat hanya dari keterangan saksi. Tetapi, lanjutnya, dalam perkara ini penyidik tidak bisa mengabaikan begitu saja keterangan seorang saksi yang diungkap di persidangan. “Penyidik harus menguji keterangan saksi itu. Dari pengujian, maka penyidik dapat menilai keterangan saksi itu layak diterima atau tidak,” jelasnya.

Perlunya pengujian keterangan saksi atau terdakwa yang sudah ditetapkan, tambah Saifuddin, karena ada juga saksi/terdakwa yang keterangannya belum tentu benar alias keterangan bela diri. Tapi, tidak tertutup kemungkinan juga keterangan saksi/terdakwa itu sangat benar.

Terkait kasus Yayasan Tarbiyah, katanya, mestinya penyidik Kejati Aceh menguji terlebih dahulu sejumlah keterangan saksi yang pernah terungkap di sidang. Sebab, sejak awal perkara ini banyak menyebut-nyebut keterlibatan orang lain selain dua terdakwa yang sudah diadili. “Harapan kita penyidik menguji itu dulu sebelum menghentikan sebuah kasus,” katanya.

Sementara J Kamal Farza menyatakan mendukung pernyataan aktivis anti korupsi yang menyebut upaya Kejati Aceh menutup kasus ini adalah kebijakan perlindungan terhadap koruptor. Dia menilai pelaku utama kasus Yayasan Tarbiyah belum tersentuh hukum.

“Maka sangatlah tidak berdasar kalau Kejati tidak menetapkan tersangka baru di kasus ini hanya merujuk salinan putusan hakim terhadap dua terdakwa sebelumnya. Ini sama saja membodohi hukum di balik tujuan melindungi pelaku utama kasus ini dengan mengorbankan orang-orang kecil yang sebenarnya tidak berdosa,” katanya.

Kamal menilai, dari sejumlah kasus korupsi yang terjadi di Aceh selama ini hanya orang-orang kecil yang kerap dikorbankan untuk meringkuk dalam penjara. Sementarapelaku utamanya tertawa bebas di luar. “Dari fakta yang terungkap di sidang pada kasus Yayasan Tarbiyah, menjadi salah satu contoh kalau penumpasan korupsi masih tebang pilih. Mereka yang kecil yang menjadi korban,” jelasnya.

Sebelumnya diberitakan, kasus korupsi Yayasan Tarbiyah IAIN Ar-raniry Banda Aceh sudah berakhir setelah dua terdakwa sebelumnya divonis hakim PN Banda Aceh. Kejaksaan Tinggi Aceh memastikan tidak ada lagi tersangka baru dalam kasus tersebut.

Kajati Aceh Muhammad Yusni SH MH mengatakan dalam salinan putusan (poin pertimbangan) majelis hakim terhadap terdakwa Nurmasyitah Syamaun dan M Saleh Yunus, tidak menyebut ada pihak lain teribat di kasus Tarbiyah. “Setelah dipelajari salinan putusan dua terdakwa sebelumnya, hakim tidak menyebut ada pihak-pihak yang layak ditetapkan menjadi tersangka lagi,” kata M Yusni, didampingi Kasipidsus Raja Ulung Padang dan Jaksa Penuntut Umum (JPU) kasus Tarbiyah, M Indra M Nasution, Rabu (7/9).(min)

SUMBER: http://harian-aceh.com/2011/09/12/putusan-hakim-tak-bisa-jadi-acuan-tutup-kasus-tarbiyah

Tidak ada komentar: