BANDA ACEH - Kasus terbalik rakit Alue Mie di aliran Krueng Lambeusoe, Kecamatan Jaya (Lamno), Kabupaten Aceh Jaya yang menyebabkan tiga tewas mendapat perhatian praktisi hukum di daerah ini. J Kamal Farza dari Farza Lawfirm yang berkantor pusat di Banda Aceh menyatakan pihak korban bisa menuntut Pemerintah Aceh baik secara gugatan perwakilan (class action) maupun gugatan perdata.
J Kamal Farza dalam siaran pers-nya yang diterima Serambi, Selasa (23/3) sependapat dengan penilaian banyak pihak bahwa kasus itu memilukan sekaligus memalukan. Secara hukum, kasus itu sendiri tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab pemerintah. “Untuk menghindari politisasi kasus secara berkepanjangan, warga dan korban bisa menuntut pemerintah secara hukum,” tandas Kamal.
Dijelaskannya, menurut Peraturan Mahkamah Agung Nomor 10 Tahun 2002, gugatan class action dapat diajukan apabila jumlah anggota kelompok sedemikian banyak sehingga tidaklah efektif dan efesien apabila gugatan dilakukan secara sendiri-sendiri atau secara bersama-sama dalam satu gugatan. Yang paling penting, kata Kamal, ada kesamaan fakta atau peristiwa dan kesamaan dasar hukum yang digunakan yang bersifat substansial, serta terdapat kesamaan jenis tuntutan di antara wakil kelompok dengan anggota kelompoknya. “Jika penggugatnya sedikit, mungkin bisa menempuh upaya hukum biasa, yakni gugatan perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh pemerintah,” tulis Kamal sambil menyebutkan pihaknya bersedia jadi pengacara korban untuk menuntut pemerintah.
Dalam kasus tenggelamnya rakit di Lamno, menurut Kamal, yang menjadi peristiwa hukumnya adalah tenggelamnya rakit, di mana dalam peristiwa tersebut menyebabkan sejumlah orang meninggal. Walau secara pidana pihak penyelenggara rakit bisa diajukan ke meja hijau oleh jaksa, tetapi itu tak mengurangi hak korban untuk menuntut pemerintah, karena telah melakukan pembiaran rakit itu beroperasi dalam jangka waktu yang lama, tanpa berupaya dengan sungguh-sungguh untuk menyiapkan infrastrukur jembatan yang memadai demi kelancaran sarana transportasi. “Bahkan, setelah warga berinisiatif membangun rakit pun, tak ada bantuan pemerintah agar rakitnya layak dan memenuhi standar kelayakan,” demikian Kamal Farza.
Seperti diketahui, pada Minggu (21/3), sekitar pukul 15.00 WIB, rakit Alue Mie, salah satu rakit penyeberangan di aliran Krueng Lambeusoe, Kecamatan Jaya (Lamno), yang sedang menyeberangkan lebih 40 orang anggota rombongan pengantin laki-laki (linto) terbalik menyebabkan tiga orang meninggal dunia dan sejumlah lainnya sempat dirawat di puskesmas. Ketiga korban tewas akibat musibah rakit Alue Mie masing-masing Safrizal (40) warga Lammee, Nurdin (45) warga Meunasah Weh, dan Aminah (30) warga Pante Keutapang.
Rakit yang musibah itu merupakan rakit desa yang beroperasi di aliran Krueng Lambeusoe menghubungkan Desa Alue Mie dengan Teumareum. Lebar sungai tersebut sekitar 120 meter dengan kedalaman lebih kurang empat meter. Jika dari Banda Aceh, rakit Alue Mie berada pada posisi ketiga setelah rakit Babah Dua (yang dikenal dengan rakit Honda) dan rakit utama di Lambeusoe yang menyeberangkan mobil.
Berbeda dengan dua rakit lainnya, rakit Alue Mie tidak menggunakan mesin tetapi ditarik dengan tenaga manusia yang bertumpu pada rentangan kabel sling di atas aliran sungai. Rakit itu dikhususkan untuk menyeberangkan orang termasuk pengguna sepeda motor dengan kapasitas terbatas.(nas)
SUMBER: http://www.serambinews.com/news/view/26901/korban-rakit-lamno-bisa-tuntut-pemerintah
Tidak ada komentar:
Posting Komentar