Sumber : PERADI
Mahkamah Agung (MA) menyatakan sangat prihatin terhadap perpecahan yang terjadi di kalangan advokat yang ditandai dengan munculnya Kongres Advokat Indonesia (KAI). Semangat Undang-Undang Advokat adalah adanya satu wadah organisasi advokat yang telah terwujud dengan terbentuknya Perhimpunan Advokat Indonesia (PERADI) yang juga telah dikukuhkan oleh Mahkamah Konstitusi melalui salah satu putusannya.
Hal tersebut disampaikan oleh Ketua MA Bagir Manan dalam konferensi pers di Mahkamah Agung, Kamis (14/8). “Pada saat ini lahir salah satu perhimpunan advokat yaitu Kongres Advokat Indonesia dan ini mencerminkan perpecahan di kalangan advokat kita. Hal ini sungguh memprihatinkan Mahkamah Agung,” ungkap Bagir.
Ketua MA mengatakan munculnya dua atau tiga organisasi advokat setelah terbentuknya PERADI merupakan kemunduran. “Dan kita tidak ingin mundur dari hal yang sudah kita capai bertahun-tahun dengan baik itu,” tegas Bagir.
Ketua MA menyebut dua alasan mengapa dia merasa berkepentingan berbicara mengenai advokat. Pertama, advokat adalah penegak hukum di samping jaksa, polisi, dan hakim. Kedua, dari sisi ilmu, advokat adalah subsistem dari sistem hukum. Sehingga, menurut Bagir, kalau ada perpecahan akan menimbulkan ketimpangan dalam sistem hukum yang ada.
Waktu ditanya bagaimana sikap pengadilan menghadapi advokat dari PERADI dan KAI, Bagir menjawab, ”Yang pasti bahwa yang boleh melakukan praktik di pengadilan adalah mereka yang sudah mempunyai izin praktik tetap. Setelah ada PERADI, kami menetapkan kartu PERADI yang berlaku di pengadilan. Saya berharap PERADI tak menggugurkan kartu mereka yang lebih suka ke KAI sehingga mereka tetap punya kartu PERADI.”
Ketua MA berharap agar para advokat tetap bersatu dalam wadah PERADI. “Tentu apapun yang kita buat masih banyak kekurangan dan kelemahannya. Tetapi, Saya berpendapat persatuan yang lemah itu jauh lebih bagus daripada perpecahan karena perpecahan akan melemahkan diri kita sendiri,” ucap Bagir.
1 komentar:
PERADILAN INDONESIA: PUTUSAN SESAT HAKIM BEJAT
Putusan PN. Jkt. Pst No.Put.G/2000/PN.Jkt.Pst membatalkan Klausula Baku yang digunakan Pelaku Usaha. Putusan ini telah dijadikan yurisprudensi.
Sebaliknya, putusan PN Surakarta No.13/Pdt.G/2006/PN.Ska justru menggunakan Klausula Baku untuk menolak gugatan. Padahal di samping tidak memiliki Seritifikat Jaminan Fidusia, Pelaku Usaha/Tergugat (PT. Tunas Financindo Sarana) terindikasi melakukan suap Rp.5,4 jt. (menggunakan uang klaim asuransi milik konsumen) di Polda Jateng
Ajaib. Di zaman terbuka ini masih ada saja hakim yang berlagak 'bodoh', lalu seenaknya membodohi dan menyesatkan masyarakat,sambil berlindung di bawah 'dokumen dan rahasia negara'.
Maka benarlah statemen "Hukum negara Indonesia berdiri diatas pondasi suap" (KAI) dan "Ratusan rekening liar terbanyak dimiliki oknum-oknum MA" (KPK). Ini adalah bukti nyata moral sebagian hakim negara ini sudah terlampau sesat dan bejat.
Keadaan ini tentu tidak boleh dibiarkan saja. Masyarakat konsumen Indonesia yang sangat dirugikan mestinya mengajukan "Perlawanan Pihak Ketiga" untuk menelanjangi kebusukan peradilan ini .
Masalahnya, masyarakat Indonesia lebih memilih "nrimo" menghadapi kenyataan peradilan seperti ini. Sikap inilah yang membuat para oknum 'hakim bejat' Indonesia memanfaatkan kesempatan memperkosa hukum negara ini.
Sampai kapan kondisi seperti ini akan berlangsung??
David Pangemanan
HP. (0274)9345675
Posting Komentar